Banda Aceh — Pemerintahan Aceh di bawah kepemimpinan Gubernur H. Muzakir Manaf (Mualem) dan Wakil Gubernur H. Fadhlullah, SE (Dek Fadh) membawa arah baru tata kelola pelayanan publik: lebih cepat, lebih hadir, dan lebih dekat dengan rakyat. Salah satu fokus utama dalam visi dan misi ini adalah memperkuat jaminan sosial, menekan angka kemiskinan, dan memastikan negara hadir sebelum masyarakat meminta.
Dalam kerangka kebijakan tersebut, Dinas Sosial Aceh menjadi salah satu perangkat daerah yang bergerak paling dinamis. Di bawah kepemimpinan Plt. Kepala Dinas Sosial Aceh, Chaidir, SE., MM., transformasi internal dan pola kerja dinas ini semakin terlihat nyata.

Dari Penataan Internal ke Aksi Lapangan
Saat pertama ditempatkan sebagai Sekretaris Dinas Sosial, Chaidir dihadapkan dengan beragam tantangan internal. Namun langkah pembenahan dilakukan bertahap—mulai manajemen, koordinasi, disiplin kerja, hingga perbaikan pelayanan publik.
Kini saat memimpin sebagai Plt. Kepala Dinas, ritme kerja itu berubah menjadi mode percepatan. Tidak hanya mengatur dari meja birokrasi, ia turun langsung ke lapangan—menuju daerah terpencil, menembus medan sulit, dan memastikan bantuan tiba tepat waktu.
“Pemerintah itu pelayan masyarakat. Kita harus hadir bukan ketika diminta, tapi ketika dibutuhkan,” tegasnya.

Arahan Mualem–Dek Fadh: Pemerintah Hadir Sebelum Bencana
Salah satu terobosan yang dijalankan adalah pendistribusian logistik kebencanaan langsung ke kabupaten/kota sebelum bencana terjadi. Pola ini dirancang agar tidak ada wilayah yang kekurangan suplai ketika musibah menimpa.
“Arahan Gubernur dan Pak Wakil Gubernur sangat jelas: rakyat harus merasakan kehadiran pemerintah sebelum mereka berteriak minta tolong,” ujar Chaidir.
Perjalanan distribusi dimulai dari Banda Aceh bersama Wakil Gubernur. Mereka memastikan logistik benar-benar sampai dan tercatat rapi di daerah.

Dari Pidie Hingga Bener Meriah: Pelayanan yang Menyentuh Langsung
Di Pidie, rombongan menyerahkan logistik kebencanaan di pendopo wakil bupati. Dari sana bergerak ke Pidie Jaya untuk meresmikan Rumah Makan Bergizi Gratis—program sederhana yang berdampak langsung pada pelajar dan masyarakat rentan.
“Kami turun bukan untuk seremonial. Pemerintah harus hadir dengan nyata,” ujar Dek Fadh saat meninjau dapur dan kualitas menu.
Perjalanan kemudian berlanjut ke Bireuen untuk memastikan kesiapsiagaan daerah dan berdiskusi dengan para pilar sosial yang selama ini menjadi kepanjangan tangan Dinas Sosial di setiap kabupaten.
Dari pesisir menuju dataran tinggi Gayo, rombongan melanjutkan perjalanan ke Aceh Tengah dan Bener Meriah. Di sini, mereka meninjau Pesantren Madinatuddiniyah Babussalam yang baru saja dilanda kebakaran. Puing kayu hitam dan aroma asap masih menyisakan duka.
“Santri-santri ini masa depan Aceh. Mereka harus tetap bisa belajar dan tinggal dengan layak,” ucap Dek Fadh.
Bantuan kebutuhan santri diserahkan langsung.
Babak Baru Pelayanan Sosial Aceh
Dari Banda Aceh hingga lereng Gayo, dari sekolah rakyat hingga pesantren yang terbakar—perjalanan ini menggambarkan wajah baru Dinas Sosial Aceh: bergerak cepat, terukur, dan hadir di tengah rakyat.
Semboyan kerja itu kini melekat:
melayani tanpa jarak, hadir tanpa diminta, bekerja tanpa pamrih.
Di bawah arahan kepemimpinan Mualem dan Dek Fadh, Aceh memasuki fase baru pelayanan publik. Sebuah fase di mana negara tidak hanya memberi bantuan—tetapi memberi rasa aman, perhatian, dan harapan.
Dan Dinas Sosial Aceh, melalui langkah cepat Chaidir dan timnya, menjadi salah satu bukti bahwa perubahan bukan sekadar janji—tetapi gerak nyata di lapangan














