Penguatan Kebijakan Kemanusiaan Melalui Dialog dan Kolaborasi di Aceh

BERANDA50 Dilihat

Banda Aceh|Bijeh.con  — Yayasan Geutanyoe menyelenggarakan diskusi bertajuk “Penguatan Kebijakan Kemanusiaan melalui Dialog dan Kolaborasi” di banda Aceh Kamis, 3 Juli 2025,

Kegiatan ini menjadi momentum penting dalam mendorong respons kemanusiaan, membangun sinergi lintas sektor dalam mendorong lahirnya kebijakan kemanusiaan yang inklusif, responsif, dan berbasis hak asasi manusia terhadap isu pengungsi, khususnya pengungsi Rohingya di Aceh.

Acara ini dibuka secara resmi oleh Alfadil, Direktur Yayasan Geutanyoe, yang dalam sambutannya menekankan pentingnya dialog terbuka lintas sektor untuk memperkuat kebijakan kemanusiaan di tingkat lokal dan nasional. Penanganan isu pengungsi membutuhkan pendekatan kolaboratif yang berpijak pada nilai-nilai hukum dan kemanusiaan.

Selain itu Ia juga menyoroti pengalaman Yayasan Geutanyoe dalam mendampingi kelompok rentan, terutama pengungsi luar negeri di Aceh, serta dinamika penanganannya di lapangan yang membutuhkan pendekatan terpadu dan berkelanjutan, ujar Alfadil.

Budi Luhur sebagai pemandu diskusi dalam kegiatan ini, memulai diskusi dengan pemaparan dari sejumlah narasumber utama:

Yahdi Hasan, anggota DPRA, menyoroti pentingnya pelibatan masyarakat dalam penanganan pengungsi dan perlunya harmonisasi antara kebijakan nasional dan daerah.

Dr. M. Jafar, SH, M.Hum, mantan pejabat Pemprov Aceh yang juga dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala mengulas aspek hukum dan tantangan teknis dalam implementasi Perpres 125/2016, serta peluang untuk memperkuat legalitas dan tata kelola penanganan pengungsi luar negeri.

Mohamad Agus Sofani, S.Sos, M.H, Kabid Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Kanwil Ditjen Aceh, menekankan pentingnya penguatan koordinasi, transparansi informasi, dan pembelajaran dari praktik baik yang telah berjalan.

Dalam sesi diskusi dan tanya jawab, sejumlah isu strategis mengemuka, antara lain:

Lemahnya fungsi Satgas penanganan pengungsi luar negeri di daerah dan belum optimalnya sistem koordinasi antarinstansi. Tantangan pendanaan dalam merespons kedatangan pengungsi secara darurat. Kurangnya ruang partisipasi komunitas terdampak dalam proses perumusan kebijakan.

READ  Pangdam IM Tegaskan Rekrutmen Caba PK TNI AD Harus Objektif dan Transparan

Kebutuhan revisi Perpres 125/2016 untuk mengakomodasi realitas lapangan.
Peluang untuk membentuk forum advokasi kebijakan kemanusiaan berbasis bukti (evidence-based policy dialogue).

Kegiatan ini menghasilkan sejumlah rekomendasi awal, di antaranya:
Mendorong revisi Perpres 125/2016 agar lebih operasional dan inklusif.
Penguatan dan pelembagaan Satgas Penanganan Pengungsi di tingkat daerah dengan mandat dan dukungan anggaran yang jelas.
Pelibatan masyarakat sipil dan komunitas terdampak dalam proses perumusan kebijakan dan program kemanusiaan.
Pembentukan forum kolaboratif lintas sektor untuk advokasi kebijakan kemanusiaan di Aceh.
Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk anggota DPRA, Kanwil Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan Aceh, BPBA, UNHCR, IOM, YKMI, KontraS Aceh, AWPF, Forum LSM, Forum PRB Aceh, JRS, Flower Aceh dan lembaga masyarakat sipil lainnya. Forum ini menjadi ruang untuk saling bertukar pengalaman dan gagasan, serta menyusun masukan konkret guna memperkuat perlindungan pengungsi berbasis kolaborasi lintas sektor.
Yayasan Geutanyoe berharap hasil diskusi ini dapat dirumuskan dalam bentuk dokumen rekomendasi kebijakan yang akan disampaikan kepada pemangku kebijakan serta menjadikan Aceh sebagai model dalam penanganan isu kemanusiaan yang berbasis hak asasi manusia dan keadilan sosial.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *