SD Panton Luas Belum Pernah Rasakan Makanan Bergizi Gratis, 24 Siswa Masih Bawa Bekal dari Rumah

Tapaktuan, Bijeh.com – Di balik gemuruh klaim keberhasilan Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang dijalankan di berbagai daerah, masih ada sekolah-sekolah yang terpinggirkan. Salah satunya adalah SD Panton Luas, sebuah sekolah dasar negeri di wilayah pedalaman Kecamatan Tapaktuan, Kabupaten Aceh Selatan.

Sejak program MBG diluncurkan sebagai salah satu program prioritas Presiden Prabowo Subianto, hampir semua sekolah dasar di Aceh Selatan telah tersentuh program ini. Namun ironi terjadi: SD Panton Luas, dengan jumlah siswa hanya 24 orang dari kelas I hingga kelas VI, belum pernah sekalipun menerima distribusi makanan bergizi yang dijanjikan negara.

Padahal menurut Kepala Sekolah, Suwarti, S.Pd, pendataan terhadap sekolahnya sudah dilakukan sejak awal program berjalan.

“Nama sekolah kami sudah didata sejak awal. Tapi sampai sekarang, tidak ada satu kali pun anak-anak kami mencicipi makanan dari program MBG. Setiap hari mereka tetap membawa bekal dari rumah,” ujar Suwarti kepada Bijeh.com, Selasa (14/10/2025), dengan nada kecewa.

Fakta ini menimbulkan pertanyaan serius terhadap sistem distribusi MBG yang selama ini diklaim “tepat sasaran”. Lokasi SD Panton Luas yang berada di dataran tinggi memang menyulitkan akses, namun bukan berarti tanggung jawab negara ikut berhenti di situ.

“Kalau karena lokasi, kami sudah menawarkan solusi. Kami siap menjemput makanan dengan becak BUMG milik desa. Tapi sampai sekarang tak ada kejelasan,” tambah Suwarti.

Sekolah ini terletak sekitar 7 kilometer dari pusat kota Tapaktuan, dengan kondisi jalan yang cukup menantang. Tak hanya sulit diakses secara fisik, komunikasi pun menjadi kendala utama. Desa Panton Luas hingga kini belum terjangkau jaringan seluler, dan hanya sebagian kecil warga yang menggunakan layanan internet berbasis satelit seperti Starlink.

READ  Kapolda Aceh Apresiasi Tiga Personel Berprestasi di Bidang Olahraga

Salah satu siswa kelas V, Raudatul Syakira, mengungkapkan rasa kecewanya. Dengan suara pelan dan mata berkaca-kaca, ia menyampaikan harapan yang menyentuh.

“Bapak Presiden, kami mohon jangan bedakan kami. Kami juga murid Indonesia. Kami ingin juga makan makanan bergizi seperti sekolah lain. Kenapa kami tidak pernah dikasih?” ujarnya.

Pernyataan ini tentu patut menjadi catatan serius bagi pihak pelaksana MBG di Aceh Selatan, khususnya dinas terkait maupun pihak rekanan penyedia dan distribusi makanan. Keadilan akses terhadap layanan dasar seperti gizi anak sekolah seharusnya tidak dibatasi oleh topografi atau jumlah siswa semata.

Justru sekolah-sekolah kecil dan terpencil seperti SD Panton Luas inilah yang paling layak mendapatkan perhatian lebih. Mereka berada dalam kondisi yang paling rentan — dari sisi akses, gizi, hingga ekonomi keluarga.

Jika tujuan utama program MBG adalah untuk meningkatkan kualitas SDM sejak dini melalui asupan bergizi, maka kegagalan menjangkau sekolah seperti SD Panton Luas adalah sebuah ironi sekaligus peringatan keras bahwa pelaksanaan program ini belum sepenuhnya berpihak pada yang paling membutuhkan.

Kini, publik menanti langkah cepat dan konkret dari pemerintah daerah maupun pelaksana program MBG untuk memperbaiki distribusi, dan memastikan tidak ada satu pun anak Indonesia yang merasa diabaikan oleh negaranya — hanya karena mereka tinggal di atas bukit.


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *